HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi al-Qur’an dan
as-Sunnah
Dosen Pengampu :
Dr. Asaril Muhajir, M. Ag
Oleh :
Muhammad Amrillah
REVISI MAKALAH
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI
JANUARI 2013
HADITS,
SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakekatnya umat Islam
di dunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang dimaksud dalam hal ini
adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Jika umat kristen memiliki
kitab Injil sebagai pedomannya, umat Hindu memiliki kitab Trimurti, dan umat
Budha yang memiliki kitab Weda sebagai pegangan hidupnya maka umat islam
memilki Kitab Al-Qur’an Al-Karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab Al-Qur’an ini
adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di
dalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama
islam. Namun ada pembahasan yang terdapat dalam Al-qur’an yang masih bersifat
global.Oleh karena itu Munculah Al-Hadits yang fungsinya menyempurnakan dan
menjelaskan kitab-kitab terdahulu seperti kitab Taurat, Zabur, Injil dan
termasuk juga Al-Qur’an.
Akan tetapi banyak orang
tanpa terkecuali para ulama yang memperdebatkan antara Al-Hadits yang identik
dengan As-Sunnah.Apakah kedua hal itu sama maksudnya? Tetapi hanya berbeda
istilah dan cara orang menafsirkannya? Ataukah antara As-sunnah dan Al-Hadits,
keduanya benar-benar memiliki maksud dan pengertian yang berbeda?
Oleh karena hal itu kami
akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang apa itu yang dimaksud
dengan Al-Hadist, As-Sunnah, Khabar, Atsar dan hal-hal yang berkaitan dengan
As-Sunnah ditinjau dari segi makna maupun secara strukturnya.
Namun pembahasan mengenai
Al-Hadits pada makalah ini janganlah para pembaca menjadikan makalah ini
sebagai acuan yang mutlak dan pasti akan kebenarannya ini. tentunya kami
mempunyai kekurangan dalam menyajikan pembahasan ini. Semoga makalah ini
bermanfaat. Amien
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HADITS,
SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR
1. Definisi
Al-Hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata
Al-Hadits berasal dari bahasa Arab “al-hadist” yang berarti baru,
berita. Ditinjau dari segi bahasa,
kata ini memiliki banyak arti, dintaranya:
a.
al-jadid (yang
baru), lawan dari al-Qadim (yang lama)
b.
Dekat (Qarib),
tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
c.
Warta berita
(khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari sesorang kepada orang
lain.[1]
Allah juga
menggunakan kata hadits dengan arti khabar sebagaimana tersebut dalam
firman-Nya:
Artinya: “Maka
hendaklah mereka mendatangkan suatu kabar (kalimat) yang semisal Al-Qur’an itu,
jika mereka orang-orang yang benar” (QS. At-Thur: 34).[2]
Secara terminologis, hadits ini dirumuskan
dalam pengertian yang berbeda-beda diantara para muhadditsin dan ahli
ushul.mereka berbeda-beda pendapatnya dalam menta’rifkan Al-hadits. Perbedaan
tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek
peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada
aliran ilmu yang didalaminya.[3]
Ibnu Manzhur berpendapat bahwa kata ini berasal
dari kata Al-Hadits, jamaknya: Al-Ahadits, Al-Haditsan dan Al-Hudtsan. Ada juga
sebagian Ulama yang menyatakan, bahwa ahadits bukan jamak dari haditsyang
bermakna khobar, tetapi meruppakan isim jamak.Mufrad ahadits yang sebenarnya,
adalah uhdutsah, yang bermakna suatu berita yang dibahas dan sampai dari
seseorang ke seseorang.(Hasbi Ashidiqi, sejarah pengantar ilmu hadits :
2)
Menurut istilah
ahli ushul fiqih, pengertian hadits ialah:
كل ماصدر عن النبي صلى الله عليه وسلم غيرالقرأن
الكريم من قول او فعل اوتقرير مما يصله ان يكون دليلا لحكم شرع
“Hadits yaitu
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an al-Karim, baik
berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan
dengan hukum syara”.
Sedangkan Ulama
Hadits mendefinisikan Hadits sebagai berikut:
كل ما أثرعن النبي صلى الله عليه وسلم من قول او
فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية
“Segala sesuatu
yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
maupun hal ihwal Nabi”.[4]
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala
yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik,
sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaan.
Kedua hadits tersebut di atas menyatakan bahwa unsur Hadits
itu terdiri dari tiga unsur yang ketiga unsur ini hanya bersumber dari Nabi
Muhammad, ketiga unsur itu adalah:
a. Perkataan. Yang dimaksud dengan
perkataan Nabi Muhammad ialah sesuatu yang pernah dikatakan oleh
beliau dalam berbagai bidang.
b.
Perbuatan. Perkataan Nabi merupakan
suatu cara yang praktis dalam menjelaskan peraturan atau hukum syara’. Contohnya cara
Sholat.
c.
Taqrir. Arti taqrir
adalah keadaan beliau mendiamkam, tidak menyanggah atau menyetujui apa yang
dilakukan para sahabat.
Sementara kalangan ulama ada yang menyatakan
bahwa apa yang dikatakan hadits itu bukan hanya yang berasal dari Nabi SAW,
namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in disebut juga hadits. Sebagai
buktinya, telah dikenal adanya istilah hadits marfu’, yaitu hadits yang dinisbahkan
kepada Nabi SAW, hadits mauquf, yaitu hadits yang dinisbahkan pada shahabat dan
hadits maqtu’ yaitu hadits yang dinisbahkan kepada tabi’in.Jumhur Al-Muhadditsin berpendapat bahwa pengertian
hadits merupakan pengertian yang terbatas sebagai berikut: “Sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan,
penyataan (taqrir) dan sebagainya”
Sebagaimana
disebutkan oleh Muhammad Mahfuzh Al-Tirmizi, yaitu:
أن
الحديث لايحتث بالمرفوع اليه صلى الله عليه وسلم بل جاء بلموقوف وهو ما أضيف الى
الصحابى والمقطوع وهو ما أضيف للتبعي
Artinya:
“Bahwasanya hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf,yang
disandarkan kepada sahabat dn yang maqtu, yaitu yang disandarkan kepada
tabi’in” Munzier Suparta (2001:3)
Berdasarkan pengertian hadits diatas maka kami
menyimpulkan bahwa hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW
baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadits karena ahli ushul membedakan diri
Nabi Muhammad dengan manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang
berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai
Rasulullah. Ini pun, menurut mereka harus berupa ucapan, perbuatan dan
ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian dan
sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat
dikategorikan sebagai hadits. Dengan demikian, pengertian hadits menurut ahli
ushul lebih sempit dibanding dengan hadits menurut ahli hadits.[5]
Disamping itu, ada beberapa kata yang bersinonim (muradif) dengan
kata hadits seperti: sunnah, khabar, dan atsar.
2. Definisi As-Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti
الطريقة
محمودة كانت اومذمونة
“Jalan yang terpuji atau tercela”.[6]
Firman Allah s.w.t
“Dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan
pada sunnah Allah”.
Adapun menurut
istilah, ta’rif Sunnah antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad ajaj
al-khathib:
ما أثر عن النبى ص.م من قول اوفعل
اوتقريراوصفةخلقية
Artinya: “Segala yang dinukilkan
dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau sesudahnya”.
Sabda Nabi SAW,
لتتبعن
سنن من قبلكم شبرا بشبرودراعابدراع حتى لودخلواحجرالضب لدخلتموه
Artinya:”sungguh kamu akan mengikuti
sunnah-sunnah (perjalanan-perjalan) orang yang sebelummu” sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga sekiranya mereka memasuki seorang dan
(berupa biawak) sungguh kamu memasuki juga”.[7](HR.
Muslim)
Menurut istilah as-sunnah adalah pensarah Al-Qur’an, karena Rasulullah
bertugas menyampaikan Al-Qur’an dan menjelaskan pengertiannya. Maka As-asunnah
menerangkan ma’na Al-Qur’an, adalah dengan cara:
a. Menerangkan apa yang dimaksud dari ayat-ayat
mudjmal, seperti menerangkan waktu-waktu sembayang, bilangan raka’at, kaifiyat
ruku’, kaifiyat sujud, kadar-kadar zakat, waktu-waktu memberikan zakat,
macam-macamnya dan cara-cara mengerjakan haji. Karena inilah Rasulullah s.a.w.
bersabda:
Artinya “ambillah olehmu dariku
perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dalam ibadah haji”.
b. Menerangkan hukum-hukum yang tidak ada didalam
Al-Qur’an seperti mengharamkan kita menikahi seseorang wanita bersamaan dengan
menikahi saudaranya ayahnya, atau saudara ibunya, seperti mengharamkan kita
makan binatang-binatang yang bertaring.
c. Menerangkan ma’na lafad, seperti mentafsirkan
al maghdlubi ‘alaihim dengan orang yahudi dan mantafsirkan adldlallin, dengan
orang nasroni.[8]
3. Khabar
Secara etimologis khabar berasal dari kata :khabar, yang berarti
‘berita’.Adapun secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam
menyikapi lafadz tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari
kata hadits dan sebagian lagi tidak demikian.Karena Khabar adalah berita, baik
berita dari Nabi SAW, maupun dari sahabat atau berita dari tabi’in.[9]
Sementara Khabar menurut ahli Hadits, yaitu : “Segala sesuatu yang
disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW”. [10]
Ulama lain mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi
SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits. Ada juga ynag mengatakan
bahwa Hadits lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits
dapat dikatakan Khabar, tetapi tidak
setiap Khabar dikatakan Hadits.[11]Karena
itu, sebagian ulama berpendapat bahwa Khabar itu menyangkut segala sesuatu yang
datang dari selain Nabi SAW. Sedangkan
Hadits khusus untuk segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW.[12]
4. Atsar
Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti
pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi
SAW. Dinamkan doa maksur.[13]
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara
pendapat para ulama. Sedangkan
menurut istilah:
ماروي
عن الصحابة ويحوزاطلاقه على كلام النبى ايضا
Artinya: “yaitu
segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat danboleh juga disandarkan pada
perkataan Nabi SAW”.[14]Jumhur
ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa
atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’. (Mudasir : 1999: 32).
5. ANALISIS
v
Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
Dari keempat
istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits
dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga
dengan sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut
dengan hadits, khabar dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut
dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat
disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa tema tersebut sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi
masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kulitas
dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.[15]
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai
berikut:
a. Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada
perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah
segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir,
tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi
rasulmaupun sesudahnya.
b.
Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar
sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits
sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
c.
Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya
dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan
tabiin.[16]
B. KRITERIA AL-HADITS
1. Sanad
Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu
yang akan dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar
kepadanya. Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian.
Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa : “Berita tentang jalan
matan”.
Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist
dari sumbernya yang pertama”.[17]
Yang berkaitan
dengan istilah sanad,terdapat kata-kata seperti, al-isnad, al-musnid
dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang
cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.
Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke
asal) dan mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada
orang yang mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila
qa’ilih). Menurut At-thiby, “Kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh
para ahli dengan pengertian yang sama”.Kata al-musnad mempunyai
beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh
seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan
system penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat, perawi hadits, seperti
kitab Musnad Ahmad, bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan
muttashil.
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a
min al-ardi (tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits
adalah : “Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nai SAW. Yang
disebutkan sanadnya”.[19]
3. Rawi ( periwayat)
Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang
yang meriwayatkan atau memberitakan hadits (naqil al-hadits).
Sebenarnya
antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.
Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika
yang dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan
tetapi yang membedakan antara sanad dan rawi adalah terletak pada
pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian
menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan perawi. Dengan demikian,
maka perawi dapat disebut mudawwin (Orang yang membukan dan menghimpn
hadits).
Dari
berbagai pengertian tentang sanad, matan dan rawi dengan berbagai
urgensi yang berbeda-beda yang menunjukan begitu indah perbedaan pemikiran yang
menghiasi pengertian tentang sanad, matan dan rawi. Dengan ini kami
menyimpulkan bahwa yang dimaksud sanad adalah orang-orang yang
meriwayatkan hadits atau yang menyampaikan hadits pada matan. Matan
adalah isi, materi atau lafadz hadits itu sendiri sedangkan rawi adalah
orang yang menghimpun dan membukukan hadits.[20]
C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AL- HADITS
Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran Al-Qur’an
dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian
ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang
ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an, sedikitnya mempunya tiga fungsi
pokok yaitu:
1. Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang
telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai bayan taqrir).
2. Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang
masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak (bayan tafsir). Penjelasan (penafsiran)
Rasulullah terhadap ayat-ayat yang demikian, dapat berupa:
a. Menafsirkan kemujmalannya seperti pemerintah
mengerjakan salat, membayar zakat, dan menunaikan haji.
b. Menaqyidkan (memberikan persyaratan), misalnya
ketentuan tentang anak-anak dapat memusakai harta orang tuanya dan keluarganya
didalam Al-Qur’an dilukiskan secara umum.
c. Memberikan kekhususan (bayan takhsis), ayat
yang masih bersifat umum, misalnya tentang keharaman bangkai dan darah.
3. Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak
didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an), misalnya dalam masalah perkawinan
(nikah).[21]
Adapun fungsi perbandingan hadits dengan Al-Qur’an, Sunnah atau hadits
dalam Islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih
rendah dari pada Al-Qur’an.Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan Allah
lewat Malaikat Jibril secara lengkap berupa lafaz dan sanadnya sekaligus, sedangkan
lafaz hadits bukanlah dari Allah melainkan dari Nabi sendiri.Dari segi kekuatan
dalalah-nya, Al-Qur’an adalah mutawatir yang Qat’i sedangkan hadits
kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalalah Danni.
Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawatir namun jumlahnya hanya
sedikit.Para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan menyampaikan
kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang.
Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa.
Sedangkan hadits tidak demikan keadaannya, karena hadits Qauli hanya
sedikit yang mutawatir. Kebayakan hadits yang mutawatir mengenai amal prakter
sehari-hari seperti bilangan rakaat salat dan tatacaranya.Al-Qur’an merupakan
hukum dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan
hadits sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya).[22]
D. Pengertian Hadits Qudsi
Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah kepada kata Quds[23] yang mempunyai
arti bersih atau suci. Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi
terdapat dua versi.Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik
dalam sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai
Yang kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari
perkataan tersebut berasal dari Allah SWT.Maka dalam redaksinya sering memakai قال الله تعالى.[24]
Contoh Hadits Qudsi
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ. فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ”.
رواه الترمذي(1) وكذلك أبو داود والنسائي وابن ماجه وأحمد
“إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ. فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ”.
رواه الترمذي(1) وكذلك أبو داود والنسائي وابن ماجه وأحمد
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.,
beliau berkata, telah bersabda Rasulullah.“Sesungguhnya perkara/amal seorang
hamba yang dihisab pertama kali adalah shalatnya. Seandainya (shalatnya) baik,
maka benar-benar paling beruntung dan paling sukses, dan seandainya (sholatnya)
buruk, maka dia benar-benar akan kecewa dan merugi, dan seandainya kurang
sempurna shalat fardlunya, Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘lihatlah apakah
bagi hambaku ini (ada amal) sholat sunnah (mempunyai sholat sunnah) yang bisa
menyempurnakan sholat fardlunya,’ kemudian begitu juga terhadap amal-amal yang
lainnya juga diberlakukan demikian ”
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ
” يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ(1)، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ، وَلَخُلُوفُ(2) فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ”.
(رواه البخاري (وكذلك مسلم ومالك والترمذي النسائي وابن ماجه
” يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ(1)، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ، وَلَخُلُوفُ(2) فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ”.
(رواه البخاري (وكذلك مسلم ومالك والترمذي النسائي وابن ماجه
Diriwayatkan
dari Abi Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, ”Allah Azza wa
Jalla berfirman, ‘Puasa itu untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya,
disebabkan seseorang menahan syahwatnya dan makannya serta minumnya karena-Ku,
dan puasa itu adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan,
yaitu kebahagian saat berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya,
dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah, daripada bau minya
misk/kesturi’ ”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Definisi
Al-Hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata
Al-Hadits berasal dari bahasa Arab “al-hadist” yang berarti baru,
berita. Ditinjau dari segi bahasa,
kata ini memiliki banyak arti, dintaranya:
a.al-jadid (yang baru), lawan dari al-Qadim (yang
lama)
b. dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi,
lawan dari jauh (ba’id)
c.warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan
dipindahkan dari sesorang kepada orang lain.
Disamping itu, ada beberapa kata yang
bersinonim (muradif) dengan kata hadits seperti: sunnah, khabar, dan atsar.
2. Definisi As-Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti
الطريقة محمودة كانت اومذمونة
“Jalan yang terpuji atau tercela”.
3. Khabar
Secara etimologis khabar berasal dari kata :khabar, yang berarti
‘berita’.Adapun secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam
menyikapi lafadz tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari
kata hadits dan sebagian lagi tidak demikian. Karena Khabar adalah berita, baik
berita dari Nabi SAW, maupun dari sahabat atau berita dari tabi’in.
4. Atsar
Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti
pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi
SAW. Dinamakan doa maksur.
B. Kriteria al-hadits
Adapun kriteria hadits dibagi menjadi tiga
yaitu: sanat, matan, rawi.
C. Kedudukan dan fungsi al- hadits
Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktek atau penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah
merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta
ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an,
sedikitnya mempunya tiga fungsi pokok yaitu:
1. Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang
telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai bayan taqrir).
2. Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang
masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak (bayan tafsir).
3. Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak
didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an), misalnya dalam masalah perkawinan
(nikah).
Silahkan download makalah nya dengan menklik link dibawah ini. Untuk mendownload file di "adfly" klik "SKIP AD" dipojok kanan atas.